AdSense Page Ads

Monday, September 13, 2010

Stop hurting me, Please

"Tau kalau org yg disayang terus nyakitin dia,tp ttp bertahan dan ttp sayang. Kesetiaan atau kebodohan? Please vote."
Kalimat diatas merupakan status FB saya kemarin, dan mendapat tanggapan yang cukup hangat walau entah kenapa di akhir-akhir malah diskusinya bergeser menjadi "apakah harus memaafkan orang yang menyakiti kita". Menurut saya, baik masalah bertahan, tetap sayang, memaafkan etc itu pilihan. Tapi buat saya menyakiti orang itu juga pilihan, dan itu ga pernah dibenarkan.

Manusia adalah mahluk sosial. Ini berarti manusia akan terus berinteraksi dengan sesamanya. Dengan berinteraksi, maka pasti bisa terjadi "bahagia" (e.g. pasangan tersayang) atau "sakit/tidak bahagia" (e.g. atasan yang menyebalkan). Satu-satunya cara lepas dari ini ya dengan tidak berinteraksi sama sekali, yang hampir-hampir tidak mungkin dalam dunia global ini. Jadi yang bisa dilakukan adalah berusaha membuat interaksi ini selancar dan senyaman mungkin. How? Dengan menyadari bahwa kita ga punya hak menyakiti orang lain, dan berusaha ga nyakitin orang lain. Kadang-kadang menyakiti seseorang memang tak terhindarkan, namun ini juga masih harus ditimbang. Mengambil kerjaan/kuliah yang tidak disetujui orang tua, namun yakin bahwa dalam jangka panjang hal ini akan justru membantu orang tua, menurut saya why not? Minimum pain tapi maximum gain itu acceptable. Tapi maximum pain without minimum (oer even any) gain, itu ga bener.

Saya melihat banyak orang yang terjebak dalam situasi ini, terutama domestic abuse. Pasangan yang selalu menghina dan merendahkan hanya karena hal sepele, ABG-ABG yang tampaknya ga peduli orang serumah ga makan karena lebih baik uang beras dipakai untuk beli pulsa, Orang tua yang (walau niatnya baik) namun terus membandingkan anak dan membuatnya merasa rendah dan tertekan, ini hanya sebagian kecil yang bisa terjadi. Is it ok? No, it's not. Ada cara yang lebih baik untuk mengkomunikasikan apa yang kita rasakan kepada orang lain, dan bila orang lain yang kita ajak berkomunikasi menjadi terluka karenanya, itu berarti komunikasi kita salah.


Satu hal yang paling saya tidak suka adalah orang-orang yang walaupun tahu bagaimana teman/saudaranya tersakiti namun terus berkata "Ga papa, tahanin aja. Demi pasangan / Demi anak / demi orang tua.." Demi Tuhan, stop it! Love never hurts. Kalau sudah merasa terluka/tersakiti, ya ga "love" lagi bukan? Saya selalu dengan senang hati menginfokan teman-teman saya "Kalau kamu ngerasa sakit, pergi." Saya kehilangan banyak teman dengan cara ini, karena saya ga punya kesabaran mendengarkan curhat orang yang dikhianati berkali-kali, tapi saat saya suruh dia tinggalin pasangannya selalu dijawab "But I love him/her!". Sadis? Mungkin. Tapi saya juga ga mau orang yang saya sayang terus menangis, terus tersakiti. It hurts me as well.

Ga mudah untuk walk away saat kita terus tersakiti, apalagi bila pelakunya adalah orang yang kita sayang. Terkadang kita sampai berpikir (sadar ataupun tidak) bahwa kita memang pantas disakiti, jadi terima aja. Tolong ingat bahwa ga da yang berhak nyakitin siapapun, baik pasangan, orang tua, anak, teman kerja, ga ada. Setiap manusia berhak untuk bahagia, berhak untuk bebas dari rasa sakit dan rasa takut. Jadi, kalau ada orang dekat yang dalam posisi ini, dan anda cukup sayang dia untuk mencoba mengambil tindakan, please hold him/her close and say: "Saya tahu kamu sakit. Saya tahu ini berat. Namun ga ada yang berhak menyakiti kamu. Kamu berhak bahagia. Dan apapun keputusan kamu, saya akan ada disini buatmu." Ada hal-hal yang ga bisa dirubah, salah satunya adalah keputusan orang mengenai dirinya sendiri. Kita cuma bisa berdoa dan membuatnya mengerti bahwa dia berhak bahagia dan lepas dari rasa sakit. Kalau semua orang bahagia dan tidak menyakiti orang lain, then we'll truly have heaven on earth, won't we?

No comments:

Post a Comment

Search This Blog