AdSense Page Ads

Sunday, February 15, 2015

Valentine yang Kusayang, Valentine yang Kubenci

Seperti biasa, media sosial di Indonesia riuh dengan pesan-pesan anti Hari Valentine menjelang tanggal 'keramat' 14 Februari. Walau biasanya saya sebal sendiri dengan pesan-pesan anti hari tertentu seperti Anti Hari Kartini, Anti (mengucapkan selamat) Natal, Anti Tahun Baru dan sebagainya yang konon tidak Indonesia atau tidak sesuai dengan ajaran agama tertentu, entah kenapa saya lumayan setuju dengan pesan Anti Valentine.

Bingung kan, kenapa saya yang biasanya romantis justru tidak suka dengan hari yang (konon) paling romantis sedunia. Sama halnya kenapa saya tidak nafsu pergi ke Paris yang konon kota cinta, atau candlelight dinner untuk merayakan sesuatu: terlalu komersil. Begitu masuk bulan Februari langsung deh semua mendadak jadi 'merah' dan 'pink' yang menyakitkan mata, mulai dari baju yang dipakai saat kencan sampai katalog/iklan supermarket pun mendadak dipenuhi bentuk 'Lope-lope'. Pertama-tama apa iya 'warna cinta' itu harus merah dan pink? Memang tidak bisa gitu biru muda atau hijau cerah? Yang adem gitu lho. Belum lagi harga bunga coklat dan sebagainya yang mendadak jadi lebih mahal. Jangan ditanya soal modal kencan Valentin, yang entah kenapa memandatkan (paling tidak disini) kencan istimewa lengkap dengan candlelight dinner wine etc, dan bahkan di Indonesia pun tempat makan yang 'agak' oke seperti gerai pizza dan sebagainya dibanjiri pengunjung.

Dan itu yang sebenarnya alasan utama bikin saya eneg saat Valentine: semua orang mendadak membutuhkan 'pengakuan'. Yang dikencani merasa butuh pengakuan dengan 'menghitung' apa saja yang diberikan sama si do'i, yang mengencani merasa butuh pengakuan dengan memberikan semaksimal mungkin. Tapi sudah sejauh itu pun, saat melihat pasangan lain yang kebetulan lebih mampu untuk memberikan atau diberikan lebih banyak, langsung deh hati jeblok tak terkira. Ujung-ujungnya hari Valentine yang harusnya penuh cinta malah menjadi beban moral tak terkira. Beban dompet juga, karena barang-barang wajib Valentine bukan barang asli Indonesia. Kenapa harus mawar Holland juga? Emang nggak bisa pakai mawar untuk nyekar yang juga lebih wangi? Atau melati dan sedap malam gitu. Terus kenapa coklat? Kenapa nggak bisa wajik atau wingko babat atau brem sekalian? Dinner juga, bukannya lebih romantis makan pecel lele ya? Nggak ada yang lebih membuktikan kesanggupan seseorang untuk setia sama pasangan daripada makan pakai tangan. Bisa diajak susah gitu. Dan kalau makan pakai tangan saja bisa tetap terlihat cantik/cakep dan elegan, apalagi makan pakai sendok/garpu/pisau. Intinya, Valentin itu cuma trik jualan para pengusaha untuk mendapatkan uang lebih banyak, dan begonya kita juga mau saja termakan trik mereka dan menganggap jumlah uang yang kita keluarkan setara dengan cinta kita sama si do'i. 

Intinya, Valentin itu nggak perlu, nggak penting. Mau beli bunga, beli saja sendiri. Pasar bunga Cikini atau Tebet atau Rawabelong toh nggak cuma buka pas Valentine aja kan? Mau kue atau coklat? Semua minimarket jual kok, modal pita sedikit jadi deh spesial untuk si Dia. Candlelight dinner? PLN nyediain kok, saat mati lampu makan Indomie berdua pun bisa jadi spesial. Atau sengaja matikan lampu, beli ayam panggang dari supermarket atau bahkan dari warung tegal, tata dengan cantik diatas piring, jadi deh. Pengalaman saya jadi sales adalah, presentasi/penampilan itu segalanya. Biar makanan biasa saja tapi kalau ditata dengan cantik jadi deh serasa makan di restoran mahal. Nggak usah nunggu satu hari dalam setahun untuk menyatakan cinta, bukan? Dan jelas tidak perlu buang duit berlebihan cuma untuk menunjukkan cinta. Say no to ValDay lah pokoknya.

Lalu teman saya mengirimkan foto ini.


Saya tertampar. Yah, nggak selebay itu sih, tapi saya jadi lumayan tersadar. Teman saya cuma bisa bertemu pasangannya beberapa bulan dalam setahun karena pasangannya kerja di luar negeri, dan ini tumben-tumbennya mereka bisa bareng pas Valentin. Sudah begitu, teman saya juga romantically challenged alias tidak romantis. Valentin tahun ini adalah pertama kalinya dia punya foto Valentin mesra lengkap dengan kue berbentuk hati semenjak saya mengenal dia hampir tujuh tahun yang lalu. Dulu-dulu kadang saya suka kursusin, walau kadang diluar kemauan dia, cara-cara untuk jadi romantis. Melihat senyuman sumringah dia di foto ini membuat hati saya jadi bahagia. Kalau ada yang mendeskripsikan hari Valentine atawa Hari Kasih Sayang dengan demikian indahnya ya foto ini.

Kadang kita suka semena-mena menjudge orang. Kadang kita suka semena-mena memaksakan pendapat kita. Valentine itu buatan kapitalis. Valentine itu merusak moral. Valentine itu cuma buat orang-orang bodoh. Valentine itu cuma buat gaya-gayaan. Valentine itu produk kaum liberal. Yang pasang dan pamer foto Valentin pasti biasanya kurang kasih sayang di hari lainnya. Yang merayakan Valentin itu pokoknya 'Kasian deh loe!'. Tapi ada orang-orang yang butuh satu hari ini. Ada orang-orang yang penuh cinta tapi tidak tahu cara menyampaikannya atau tidak punya keberanian untuk mengungkapkannya. Untuk orang-orang seperti inilah hari Valentin menjadi sangat bermakna, satu hari dimana mereka bisa mengungkapkan kasih sayang tanpa merasa aneh atau tidak nyaman. Apa hak kita untuk menilai bahwa mereka salah dan kita yang benar? Toh tidak ada yang memaksa kita untuk melaksanakan hari Valentin, apa salahnya dengan bersikap cuek dan menjalani hari seperti biasa tanpa membuat status-status anti Valentine?

Tanggal 14 Februari ini saya tidak menyiapkan kejutan apapun untuk si Akang tersayang. Hampir tiap akhir minggu kami menjelajah tiap sudut Los Angeles, dan kemampuan masak saya yang makin meningkat membuat menu makan malam kami hampir sekelas restoran. Hari Valentin tahun ini tidak sepenting tahun-tahun lalu, karena tahun ini kami benar-benar hidup dengan penuh cinta dan kedekatan. Namun sorenya saya menemukan paket Valentin yang ia beli besama anaknya saat saya pergi ke supermarket untuk beli bahan-bahan makan malam. Padahal saya selalu melihat paket-paket Valentin yang biasanya berisi mawar, boneka mungil, dan permen/coklat itu dengan penuh curiga; lebay banget menurut saya. Tapi saat paket tersebut berada dengan manisnya diatas meja makan dan anaknya sibuk berseru-seru dengan gembira: "Happy Valentine's Day, ibu!" rasanya hati (dan air mata) saya meleleh. This is love. The real love. Konteksnya memang hari Valentin, tapi intinya ya itu: my husband loves me. And it feels great to be loved. Selamat hari Valentin ya bagi yang merayakan :)

1 comment:

  1. Yuhuuu, asyik sekali baca tulisannya sungguh mengalir.. sangat inspiratif dengan ide2 cemerlangnya buat merayakan valentine's day mendatang.. :) thanks buat 'anggur merah' nya haha

    ReplyDelete

Search This Blog