AdSense Page Ads

Friday, May 11, 2018

Cuilan Yang Tepat



Kenapa sih yang viral itu yang "Wow, Polwan cantik ini bersuara merdu!" atau "Nggak Nyangka Polisi Ganteng Ini Sangat Pemberani!". Apa mesti penampilan menarik (baik dari tampilan fisik atau tampilan dompet) baru kita mau melirik?

Jawabannya sih iya. Mana ada sesuatu yang viral tapi penampilan seadanya? Biasanya ada juga kalau nggak sanggup berpenampilan seperti superstar, ya sengaja dijelek-jelekkan atau dikonyolkan agar ekstrim dan menarik perhatian.

Di Amrik sini juga sama. Pas ada acara St. Patrick Day (pesta Irlandia), yang digodain teman-teman saya adalah abang ganteng yang padahal sama sekali nggak ada darah Irlandianya. Bapak-bapak gendut yang beneran mukanya Irlandia dan pakai Kilt (rok ala Irlandia) malah nggak ditoleh.

Dibilang wajar, sayangnya iya. Bukan gimana, jauh lebih gampang melihat penampilan (fisik atau finansial). Ibarat melamar pekerjaan, yang ijazah sekolah terkenal pasti lebih dilirik. Rentang perhatian kita kan nggak lama, nggak mungkin setiap orang ditelaah satu-satu.

Tapi buat saya omongan "Elu cetek banget sih" (baca: you are so shallow!) itu hinaan yang nggak penting. Kita budayanya dari awal menghargai sesuatu yang 'lebih', jadi nggak salah kalau hanya itu yang bisa kita lihat. Dogma "Jangan hanya lihat penampilan" itu juga tai kucing belaka. 

Eit, sebelum saya disambit cermin, coba duduk berpikir bareng saya. Seperti saya bilang tadi, manusia rentang perhatiannya sempit. Kita cuma bisa melihat secuil saja. Masalahnya bukan jangan melihat hanya secuil (karena ya memang segitu saja bisanya), tapi bagaimana melihat (dan mencari) cuilan yang tepat.

Orang yang kuat. Orang yang berani. Orang yang welas asih. Orang yang berjuang. Orang yang peduli. Orang yang mampu membuat hidup kita, atau hidup orang lain, menjadi lebih baik.

Ibu yang bisa menenteng tas Hermes dari hasil usahanya sendiri nilainya setara dengan ibu yang menenteng tas berisi jajan untuk kelima cucunya dari ketiga anaknya yang ia besarkan sendiri tanpa suami. Bos yang memastikan karyawannya bisa mendapat THR lebaran nilainya setara dengan OB yang memastikan ibu Akuntan bisa pulang naik taksi yang aman. 

Bukan apa yang mereka punya yang kita lihat, tapi perjalanan dan perjuangan mencapainya. Dijemput naik Avanza yang cicilan sendiri tanpa bantuan orang tua jauh lebih oke daripada BMW yang dikasi ortu, atau lebih parah lagi, hasil menipu/korupsi. Logika saja, kalau bisa usaha sendiri, pas jatuh pun akan bisa bangkit lagi hahaha.

Untuk punya integritas begini susah, apalagi di era yang semuanya serba cepat, semua ingin terkenal. Hasilnya, kemampuan sekadarnya pun tertutupi bilamana orang ini menarik. Kita membiarkan diri kita puas dengan sesuatu yang sekadarnya atau bahkan dibawah standar, akhirnya kita pun jadi dibawah standar.

Jadi lain kali melihat foto/postingan orang di social media, tanyakan pada diri anda: apa sih yang bisa saya dapatkan dari postingan ini? Jangan cuma bisa "Wow Paris aku juga mau like like like ah oh yes ada bulenya juga super duper like"

Buat saya penampilan fisik, orientasi seksual, warna kulit/ras, preferensi agama, seberapa tajirnya orang itu nggak ngefek. Yang akan saya lihat hanya perjuangan mereka, hanya siapa mereka, dan bagaimana mereka memperlakukan sesamanya. Apa yang mereka sudah berikan pada dunia.

Karena ini penting. Batas-batas dunia semakin hilang dan relasi antar manusia menjadi semakin kompleks. Kalau kita masih hanya melihat tampilan luar dan bukannya sifat yang bisa membuat kita lebih baik, kita ibarat manusia purba yang nggak mau berevolusi.

Jadi kalau malam minggu ini masih ada yang bilang sama anda "Duh sori ya, elu kurang cakep/kurang kaya sih…" Monggo lho di toss/di high five orang yang bilang begitu. Bagus ketahuan di awal daripada anda buang-buang waktu sama orang yang prioritasnya beda. 

Dan karena ini Indonesia yang kadang orang mulutnya suka minta disuapin sendal jepit, saya cuma ingin mengingatkan bahwa 'Gendut', 'Jelek', 'Hitam', 'Kusam', 'Dekil', dan berbagai variasi hinaan fisik lainnya itu bukan siapa anda yang sebenarnya. 

Anda adalah apa yang telah anda capai. Anda adalah apa yang (sedang) anda perjuangkan. Anda adalah apa yang anda berikan pada dunia. Anda bukanlah sesosok mahluk yang dipaksakan muncul karena proyeksi ketidak-pedean seseorang. 

Sebaliknya, orang lain pun tidak boleh menjadi nista hanya karena ketidak-pedean anda. Jangan mau dilihat secara utuh tapi mulut sibuk bergunjing dan pikiran sibuk menghina. Nggak fair ah.

Selamat berakhir pekan, pembaca tersayang. Nikmati akhir pekan anda!

No comments:

Post a Comment

Search This Blog